Dalam langkah yang mengejutkan dan penuh kontroversi, Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah telah memutuskan untuk menerima Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang ditawarkan oleh pemerintah kepada organisasi kemasyarakatan dan keagamaan.
Keputusan ini diumumkan oleh Pengurus Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Anwar Abbas, dalam wawancara telepon dengan Tempo pada Rabu malam, 24 Juli 2024.
“Sudah diputuskan dalam rapat pleno PP Muhammadiyah sudah menyetujui,” ujar Anwar Abbas.
Namun, persetujuan Muhammadiyah untuk menerima IUP ini tidak datang tanpa syarat. Anwar Abbas menegaskan bahwa pengelolaan tambang harus dilakukan dengan menjaga lingkungan.
“Saya tahu Muhammadiyah jadi terima, tapi tolong masalah lingkungan, dampaknya diminimalisir,” tegasnya.
Selain menjaga lingkungan, Muhammadiyah juga diharuskan menjaga hubungan baik dengan masyarakat yang terdampak oleh kegiatan pertambangan. Anwar Abbas, mantan Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI), menekankan pentingnya menjaga harmoni dengan komunitas lokal.
Rapat Pleno dan Kebijakan Pemerintah
Keputusan ini diambil dalam rapat pleno PP Muhammadiyah yang berlangsung sekitar dua pekan lalu. Pleno ini mengkaji kebijakan pemerintah soal izin tambang untuk ormas keagamaan, dan memutuskan sikap Muhammadiyah terhadap tawaran tersebut.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo telah menyetujui pemberian Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) kepada ormas keagamaan. Salah satu ormas keagamaan yang telah menerima tawaran ini adalah Nahdlatul Ulama (NU).
Kebijakan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 96 tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba), serta diperkuat dengan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 dan Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2024 yang ditandatangani oleh Presiden Jokowi pada Senin, 22 Juli lalu.
Namun, keputusan Muhammadiyah untuk menerima dan mengelola IUP menuai kontroversi dan menimbulkan pertanyaan tentang arah kebijakan organisasi ini.
Langkah ini dianggap oleh beberapa pihak sebagai bentuk kompromi yang dapat merusak reputasi Muhammadiyah sebagai penjaga moral dan etika. Keputusan ini seolah mengaburkan batas antara menjaga amanah sebagai ormas keagamaan dan sepenuhnya terjun ke dalam bisnis.
Ditambah lagi, Muhammadiyah sebelumnya telah mendapatkan banyak pujian dari masyarakat ketika NU menerima izin untuk melakukan pengelolaan usaha tambang.
Bagaimana tanggapanmu?