Airlangga Hartarto secara resmi mengundurkan diri dari jabatan Ketua Umum DPP Partai Golkar pada Sabtu malam (10/8). Keputusan ini diumumkan dalam video resmi yang dirilis Partai Golkar pada Minggu (11/8).
Airlangga menyatakan bahwa langkah ini diambil demi menjaga keutuhan partai dan memastikan stabilitas selama masa transisi pemerintahan dari Presiden Joko Widodo ke Presiden Terpilih Prabowo Subianto.
“Dengan mengucapkan Bismillahirrahmanirrahim, serta atas petunjuk Tuhan Yang Maha Besar, maka dengan ini saya menyatakan pengunduran diri sebagai ketua umum DPP Partai Golkar.”
Dikutip dari DNP Media Network, Airlangga juga mengucapkan terima kasih kepada Presiden dan Wakil Presiden RI Joko Widodo – Ma’ruf Amin. Serta Presiden Terpilih Prabowo Subianto, Wakil Presiden Terpilih Gibran Rakabuming Raka.
Tak lupa, ia juga berterima kasih kepada sejumlah senior Golkar yakni: Jusuf Kalla, Aburizal Bakrie, Luhut Binsar Pandjaitan, Akbar Tanjung, Agung Laksono, dan Muhammad Hatta.
Mengapa Airlangga Mundur?
Mengutip BBC News Indonesia, Wakil Ketua Umum Golkar, Ahmad Doli Kurnia, mengungkapkan bahwa pengunduran diri Airlangga didasarkan pada pertimbangan soliditas internal partai dan kebutuhan untuk menciptakan situasi kondusif selama transisi pemerintahan.
Menurut Doli, Airlangga memutuskan untuk fokus pada perannya sebagai Menteri Koordinator Perekonomian dalam pemerintahan Presiden Jokowi, terutama dalam mengawal masa transisi ke pemerintahan Prabowo Subianto.
“Karena banyak sekali program-program disiapkan sebagai program lanjutan untuk menjaga kesinambungan visi misi program 2 periode Jokowi-Ma’ruf Amin dan kemudian ke depan Pak Prabowo dan Pak Gibran,” tambah Doli.
Namun, keputusan ini menimbulkan pertanyaan tentang kemungkinan adanya tekanan dari dalam partai yang memaksa Airlangga mundur.
Menanggapi hal ini, Ketua Dewan Pakar DPP Partai Golkar, Agung Laksono, menegaskan bahwa pengunduran diri Airlangga sepenuhnya merupakan keputusan pribadi tanpa adanya tekanan dari internal partai.
“Tidak ada tekanan, partai tidak menekan dia. Jadi, dari keinginan dia sendiri,” kata Agung Laksono.
Dengan pengunduran diri Airlangga, Partai Golkar kini berada di persimpangan jalan. Pengurus pusat partai telah menjadwalkan rapat pleno pada Selasa (13/8) untuk menentukan pelaksana tugas ketua umum dan menetapkan jadwal musyawarah nasional (Munas) atau musyawarah nasional luar biasa (Munaslub).
Rapat pleno ini menjadi krusial mengingat tenggat waktu pendaftaran bakal calon kepala daerah yang didukung Golkar semakin dekat. Menurut Agung Laksono, “Penetapan jadwal munas itu harus segera dilakukan karena penetapan partai terhadap bakal calon kepala daerah yang didukung Partai Golkar mesti mendapatkan tanda tangan persetujuan dari ketua umum dan sekretaris jenderal definitif.”
Jejak Karir Airlangga
Pengunduran diri ini menandai akhir dari kepemimpinan Airlangga yang dimulai pada 2017. Airlangga, yang lahir di Surabaya pada 1 Oktober 1962, memiliki latar belakang pendidikan yang kuat dan karier yang sukses sebelum terjun ke dunia politik.
Sebagai putra dari Hartarto Sastrosoenarto, menteri di era Orde Baru, Airlangga menempuh pendidikan di Universitas Gadjah Mada, Monash University, dan University of Melbourne.
Sebelum bergabung dengan Golkar, ia adalah seorang pengusaha di berbagai sektor, termasuk agraria dan alat berat. Karier politiknya di Golkar dimulai pada 2004 ketika ia terpilih sebagai Wakil Bendahara DPP Golkar. Sejak saat itu, kariernya terus menanjak hingga akhirnya ia terpilih sebagai Ketua Umum pada 2017.
Kini, tantangan terbesar bagi Golkar adalah memilih pemimpin baru yang mampu menjaga soliditas partai dan melanjutkan visi serta misi yang telah dirintis Airlangga.
Dengan waktu yang semakin mendesak menuju pendaftaran calon kepala daerah, partai harus bergerak cepat untuk menghindari ketidakstabilan yang dapat merugikan posisi politik Golkar dalam peta perpolitikan nasional.
Bagaimana tanggapanmu?