Mikrotrans adalah bagian dari sistem angkutan pengumpan bus raya terpadu Transjakarta yang terintegrasi di bawah program Jaklingko. Armada Mikrotrans menggunakan mobil mikrobus seperti Suzuki Carry dan APV, dan beberapa angkutan kota non-AC yang kemudian dikonversi menjadi Mikrotrans.
Layanan ini dikelola oleh PT. Transportasi Jakarta bekerja sama dengan beberapa koperasi dan perusahaan angkutan umum, seperti Koperasi Wahana Kalpika (KWK), Koperasi Budi Luhur, dan Koperasi Purimas Jaya.
Sayangnya, pengelolaan sistem integrasi Jaklingko untuk armada Mikrotrans diprotes oleh operator dan pramudi yang telah bergabung di dalamnya.
Hal ini disuarakan melalui aksi demonstrasi yang dilakukan di depan gedung Balai Kota DKI Jakarta pada hari Selasa (30/7) lalu. Salah satu tuntutan para operator yakni adanya keadilan karena mereka merasa ada salah satu operator yang diistimewakan oleh pihak Transjakarta.
Para operator dan pramudi menilai karena adanya aksi monopoli yang dilakukan oleh salah satu operator, pembagian kuota armada bagi operator lain menjadi tidak adil, sehingga mereka kesulitan mengintegrasikan armadanya ke dalam program Jaklingko.
KWK Dituding Lakukan Monopoli
Operator Mikrotrans yang dituding melakukan aksi monopoli adalah Koperasi Wahana Kalpika (KWK). Tudingan ini disuarakan oleh Wakil Ketua Koperasi Purimas Jaya, Rahmadoni.
Ia menyebut bahwa KWK diketuai oleh Taufik Azhar, yang juga merupakan Wakil Ketua Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta yang mengurusi bidang perekonomian
Salah satu tanggung jawab Komisi B DPRD DKI meliputi pengawasan pelaksanaan anggaran pada badan usaha milik daerah (BUMD) DKI Jakarta.
Rahmadoni menilai jabatan yang dipegang oleh Taufik Azhar dapat menjadi konflik kepentingan yang dapat menguntungkan salah satu pihak.
Tidak berhenti sampai di situ saja, Rahmadoni juga mengatakan jika tuntutan para operator Mikrotrans yang berunjuk rasa tidak dipenuhi, mereka akan melaporkan dugaan kongkalikong pengadaan armada Mikrotrans ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Bisa saja kami lakukan (lapor KPK) kalau tidak ada penyelesaian yang baik dari pemprov DKI, Dishub DKI, dan Transjakarta. Tapi, sejauh ini kami belum ada rencana,” ucapnya.
KWK dan Transjakarta Bantah Tudingan Monopoli
Menanggapi tudingan tersebut, Taufik Azhar selaku Ketua KWK membantah tudingan monopoli armada yang dilayangkan oleh beberapa operator Mikrotrans.
Dikutip dari Kompas.com, dirinya menampik KWK mendapatkan ‘perlakuan istllimewa’ sehingga koperasi yang Ia ketuai mendapatkan kuota armada yang lebih banyak ketimbang operator lainnya.
“Mereka (pedemo) enggak tahu asal potong (data) saja. Jumlah armada kami sebelum gabung Jakingko itu ada 6.238. Hanya 44 persen (2.801 kendaraan) yang terintegrasi (gabung Jaklingko). Realisasinya hanya 1.435 atau 51 persen (yang sudah berjalan),” kata Taufik pada Rabu (30/7).
Dirinya juga menyatakan persentase armada milik operator lain yang telah terintegrasi ke dalam program Jaklingko jauh lebih tinggi ketimbang KWK. Ia menyebut ada beberapa operator yang telah mencapai jumlah 75 hingga 97 persen dari total armadanya.
Sementara itu, Direktur Utama PT Transportasi Jakarta Welfizon Yuza turut membantah tudingan monopoli armada Mikrotrans dalam program Jaklingko.
Dikutip dari Bisnis.com, Dirinya menyatakan Transjakarta telah melakukan pembagian kuota operator Mikrotrans secara adil dan transparan, serta sesuai dengan peraturan yang berlaku.
“Semuanya kita berikan kesempatan yang sama. Tinggal mereka mengajukan diri (untuk masuk program Jaklingko),” katanya pada Kamis (1/8) di Kuningan, Jakarta Selatan.
Welfizon juga menjelaskan biaya operasional untuk melaksanakan kewajiban pelayanan publik (public service obligation/PSO) oleh Transjakarta disubsidi oleh APBD Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta. Pengadaan dan penambahan armada dilakukan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
“Penambahan unit, penambahan armada kita sesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Jadi kalau makin banyak penggunanya, tetapi di situ unitnya terbatas, kita akan tambah unit,” tambahnya.
Pemprov DKI sendiri telah menggelontorkan anggaran sebesar Rp 3,2 triliun pada tahun anggaran 2023 untuk biaya operasional Transjakarta. Welfizon mengklaim dengan anggaran ini, jumlah pelanggan Transjakarta terus meningkat.
Bagaimana tanggapanmu?